(Sultan Maulana Muhammad Djalaluddin, Kepala Istimewa Daerah Bulungan yang pertama sekaligus yang terakhir)
Bicara tentang sejarah lawas modern Bulungan, khususnya mengenai sejarah
Daerah Istimewa Bulungan dimasa lampau, tak banyak memang generasi muda
yang mengenalnya.
Hikayat mengenai sejarah Daerah istimewa bulungan memang tak dapat
dilepaskan dari peran Kesultanan bulungan yang gigih mendukung
kemerdekaan Indonesia, karena memang pada faktanya status daerah
Istimewa bukan diminta, namun diberi oleh negara Republik Indonesia
melalui persetujuan pemerintah pusat.
Dalam catatan sejarah Bulungan, kepala daerah pertama sekaligus terakhir
adalah Sultan Maulana Muhammad Djalaluddin, beliau adalah seorang tokoh
sejarah yang telah melewati tiga masa sekaligus yaitu zaman belanda,
zaman jepang dan era kemerdekaan.
Sultan Muhammad Djaluddin beserta para mentri Khususnya Datuk Bendahara
paduka Raja, begitu gigih melawan kehendak belanda di bulungan melalui
jalaur diplomasi, dalam sejarah Bendahara Paduka raja atas mandat Sultan
Muhammad Djalaluddin – beliau memang tidak disenangi oleh kolonial
belanda,- menjalin hubungan rahasia dengan Sultan Gunung Tabur dan
Sambaliung di berau untuk mendukung penuh kemerdekaan indonesia, namun
pihak kompeni ternyata tak berani menghalangi dengan tegas manuver
politik beliau.
(Kantor Kepala Daerah Istimewa Bulungan dalam kenangan)
Demikan pula di tingkatan “akar rumput”, para tokoh pergerakan tak
tinggal diam demi menyukseskan integrasi kesultanan bulungan sebagai
bagaian dari NKRI tercinta yang kemudian hasil berbuah pada penyatuan
Bulungan sebagai bagian dari bangsa indonesia pada 17 Agustus 1949.
Peristiwa ini sendiri digambarkan dengan apik dalam sebuah memorie yang ditulis mengenai kondisi pada saat itu:
De
anti Nederlandse geest breidde ini de voornaamste gebieden van dit
gewest zicht zoodaning uit, dat hetbestuur ijverde voor de invoering van
corlog …, de verkiezing van afgvaardigden voor ee Boerneo conferentie
word een totale mislukking on kregan de enkele gekezen afgevaardigden
Als mandaat mede de aansluiting hij de republik. (semangat anti
Belanda telah tersebar luas di daerah ini, sehingga pemerintah berusaha
untuk memberlakukan dalam keadaan perang …, Pemilihan utusan ke
konfrensi pembentukan negara kalimantan gagal total, karena beberapa
utusan yang terpilih memperoleh mandat pengabungan dengan Republik).
Peristiwa ini manjadi era penting masa transisi pemerintahan Kesultanan
Bulungan yang telah mengakar berabad lamanya. Setelah bergabung dengan
RI, posisi Kesultanan Bulungan sebagai wilayah swapraja dimantapkan
melalui surat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 186 / ORB / 92 /
14 tertanggal 14 Agustus 1950 yang kemudian disahkan menjadi UU Darurat
3 / 1953 dari pemerintah Negara RI. Kemudian wilayah Bulungan
berdasarkan UU N0. 22 /1948 menjadi Daerah Istimewa Bulungan. Keputusan
itu membuat Sultan Djalaluddin dimandatkan oleh negara Republik
Indonesia menjadi Kepala Daerah Istimewa yang pertama sekaligus yang
terakhir hingga akhir hayatnya tahun 1958.
Dimasa transisi pemerintahan seperti ini, kerena tak memiliki gedung
pemerintahan yang memadai, Kepala Daerah istimewa saat itu, maulana
Muhammad Djalaluddin kemudian menetapkan istana Bulungan yang tinggkat
dua itu sebagai gedung kepala daerah istimewa dimana semua kegiatan
pemerintahan dipusatkan di istana, jadi sesungguhnya sistem satu atap
dalam pola pemerintahan sejarah modern Bulungan memang bukan hal yang
baru.
Masyarakat Bulungan memang dikenal cukup terbuka dengan hal-hal baru
demikian dengan berorganisasi dan politik, menariknya walau telah lama
hidup dalam suana kesultanan yang memang masih bernuansa monarky namun
Sultan tak pernah menggunakan hak dan kekuasaannya untuk melarang
rakyatnya dalam kegiatan politik praktis, perubahan yang mulus menang
tak lepas kepemimpinan akhir Sultan Djalaluddin yang kharismatik.
Menariknya pemerintah pusat sendiri baru berani mencabut status hal
istimewa Bulungan setelah almarhum berpulang ke rahmatullah pada tahun
1958.
(pengaruh belanda makin terkikis setelah penyerahan kedaulatan dan masuknya Kesultanan Bulungan secara sah kepangkuan NKRI)
Setahun kemudian tepatnya setelah UU Nomor 27 tahun 1959 disahkan,
berakhirlah status daerah istimewa Bulungan. Sebelumnya telah dibentuk
Dewan Perwakilan Rakyat pertama di Bulungan yang diketuai oleh Muhammad
Zaini Anwar (1955-1959). Pada tanggal 12 oktober 1960, dilantik Bupati
pertama Bulungan Andi Tjatjo Gelar Datuk Wiharja (1960-1963) yang juga
masih kerabat Kesultanan Bulungan. Dimasa beliau ini Ibu kota Kabupaten
Bulungan di pindah dari Tanjung Palas ke tanjung Selor.
Bukti sejarah Daerah Istimewa Bulungan
Sama seperti banyaknya sejarah yang terlupa, era transisi dari Monarky
ke Republik yang juga di tandai masa sebagai daerah Istimewa dalam
sejarah modern Kabupaten Bulungan ternyata tak banyak diketahui dan
didokumentasi dengan baik.
Kita kehilangan banyak memory mengenai sejarah Daerah istimewa Bulungan
tanpa melihat bukti nyata bahwa sejarah yang mengagumkan itu ada.
Jatuhnya istana Bulungan di tahun 1964 menambah catatan panjang
kehilangan memory kolektif mengenai masa yang singkat namun penting ini.
Umumnya sejauh yang dapat dipaparkan oleh banyak nara sumber yang saya
temui, umumnya mereka mengatakan bukti sejarah tersebut dapat merujuk
pada foto-foto peninggalan bersejarah berupa istana tingkat dua yang
sempat menjadi kantor kepala daerah Istimewa bulungan waktu itu, sejauh
ini itu saja bukti yang umumnya dapat tunjukan. Bukti-buki fisik lain
berupa palang nama daerah istimewa Bulungan pun beserta istana yang
telah disebut tadi sudah tak ada lagi rupanya.
Pun demikian pula dokumen-dokumen dan surat-surat penting di istana,
sulit untuk untuk menemukannya karena memang bisa jadi sudah tercerai
berai dan sebagaian tak lagi dapat di baca. Ada kah bukti-bukti lain
yang dapat menjalaskan kepada generasi mendatang kita bahwa Daerah
Istimewa Bulungan itu memang pernah ada?
(Dokumen sejarah 15 Djuli 1951, dokumen penting sejarah Daerah Istimewa Bulungan)
Penelusuran saya mengenai sejarah Daerah Istimewa Bulungan, cukup
panjang riwayatnya, kesulitan menemukan bukti fisik tersebut merupakan
kendala utama saat itu.
Saya beruntung pada saat melakukan penelitian mengenai sejarah Mesjid
Al-Kaff di kampung arab, secara tak sengaja saya menemukan bukti
berharga sejarah yang terawetkan dengan baik oleh tangan-tangan dingin
yang menjaganya beberapa puluh tahun lamanya.
Kepada Said Mohammad Al-Jufri, saya patut berterimaksih pada beliau
karena mengizinkan saya melihat dan menyimpan copy dari sebagain dokumen
penting mengenai sejarah mesjid tertua di Tanjung Selor itu. Salah satu
dokumen tersebut bertanggal 15 Djuli 1951. Dokumen ini dibuat sezaman
dengan masa Daerah Istimewa Bulungan!
Saya tertegun sewaktu membaca dokumen lawas yang kertasnya sudah buram
namun tulisannya masih dapat terbaca dengan baik tersebut. Bagaimana
tidak, walaupun isinya menyangkut perluasan mesjid Al-Kaff, namun
terlihat jelas surat tersebut direkomensaikan langsung oleh Kepala
Daerah Istimewa Bulungan, lengkap dengan cap stempel kepala Daerah
Istimewa dan cap stempel Wedana Tandjung Selor.
Dalam dokumen tersebut tertulis nama “M. Mohd. Djalaluddin”, selaku
Kepada Daerah Istimewa, “M. D. Purwo Nata”, sebagai Wedana Tandjung
Selor, bersama “M. Godal” yang tak lain adalah Kyai Mahfud Godal dan
“Enci Chairul Alil” sebagai ketua I dan dan Penulis I dalam pengesahan
surat tersebut. belum lagi ejaan yang digunakan, tampak jelas masih
menggunakan ejaan lama, saya sempat membandingkan dengan dokumen sejarah
yang saya miliki, dokumen itu merupakan copy dari sejarah bulungan yang
di tulis oleh Datuk Perdana, kemiripan ejaannya sama, artinya surat itu
memang ditulis sekitar tahun 1950-an.
(perhatikan
baik-baik cap stampel dalam dokumen tersebut, terlihat jelas tulisan
Daerah Istimewa Bulungan, pun lihat juga nama dalam tanda tangan
tersebut, M. Mohd. Djalaluddin, Sultan Bulungan terakhir dan Kepala
Daerah istimewa Bulungan).
Dokumen ini menjadi bukti penting mengenai sejarah Daerah istimewa
Bulungan yang tak terbantahkan dan terawat dengan baik. Sulit bagi saya
menyembunyikan rasa gembira dan syukur saat menemukan dokumen bercap
stempel tersebut, karena sekali lagi kita akhirnya dapat menemukan bukti
sejarah tertulis mengenai sejarah Daerah Istimewa Bulungan yang
sebelumnya hanya saya dengar tanpa saya melihat langsung bukti fisik dan
dokumen yang menyertainya. Lebih jauh kita memang dapat membuktikan
bahwa sejarah Daerah Istimewa Bulungan itu memang benar-benar ada bukan
sekedar isapan jempol belaka!.
Sumber: http://muhzarkasy-bulungan.blogspot.com