Satu bangsa dua negara, yah itulah gambaran generasi muda bulungan saat
ini. bagi orang bulungan di indonesia. Bulungan bukan hanya tanah nenek
moyang tapi juga tanah tumpah darah, dan bagi kawan-kawan yang kebetulan
beretnis Bulungan di malaysia, khususnya di sabah, "Bulungan adalah
tanah nenek moyang, tapi di sini (sabah) adalah tanah tumpah darah
kami", itulah realitas sejarah yang membagi generasi muda bulungan
ditapal batas.
Beberapa puluh tahun kedua generasi ini tumbuh
dan berkembang sesuai pola pikir dan pendidikan masing2 negara yang
menjadi induknya, jadilah kedua generasi satu darah namun berbeda cara
pandang, berbeda bahasa dan sebagainya. tak salah memang. karena sejarah
sudah terjadi seperti itu.
1964, merupakan titik balik yang penting, beberapa keluarga bulungan terpisah, jauh dari belaian lembut tanah lembab di tanjung palas, jauh dari gemericik merdu sungai kayan yang dahulu sering mereka rasakan, bahkan beberapa dari mereka tak lagi pernah melihat gunung putih hingga ajal menutup mata mereka.
Rindu ... mungkin itu yang ada dalam benak mereka... sampai akhirnya satu per satu anak-anak mereka lahir disana, dan tak pernah tau bagaimana rasanya mendekap tanah lelehur mereka. beberapa dari mereka bahkan ada yang memiliki hati dingin, sedingin es beku, karena hanya tahu mendengar kisah pilu.
Saya sendiri sempat terharu waktu beberapa kawan disini bertukar link di Facebook dengan kawan2 komunitas bulungan di tawau. masing-masing berkisah tentang orang Bulungan di indonesia dan Tawau, saya memang tidak tau bahasa bulungan, tapi saya sangat senang, mungkin ada sedikit jalan merekatkan silaturahmi yang sempat terputus berpuluh tahun silam, mungkin lewat jalan seperti ini bisa mencairkan sedikit hati yang beku. mengobati sedikit rasa rindu, walaupun saya tau, sejak saat itu, sejarah membuat kita telah mengambil haluan yang berbeda.
1964, merupakan titik balik yang penting, beberapa keluarga bulungan terpisah, jauh dari belaian lembut tanah lembab di tanjung palas, jauh dari gemericik merdu sungai kayan yang dahulu sering mereka rasakan, bahkan beberapa dari mereka tak lagi pernah melihat gunung putih hingga ajal menutup mata mereka.
Rindu ... mungkin itu yang ada dalam benak mereka... sampai akhirnya satu per satu anak-anak mereka lahir disana, dan tak pernah tau bagaimana rasanya mendekap tanah lelehur mereka. beberapa dari mereka bahkan ada yang memiliki hati dingin, sedingin es beku, karena hanya tahu mendengar kisah pilu.
Saya sendiri sempat terharu waktu beberapa kawan disini bertukar link di Facebook dengan kawan2 komunitas bulungan di tawau. masing-masing berkisah tentang orang Bulungan di indonesia dan Tawau, saya memang tidak tau bahasa bulungan, tapi saya sangat senang, mungkin ada sedikit jalan merekatkan silaturahmi yang sempat terputus berpuluh tahun silam, mungkin lewat jalan seperti ini bisa mencairkan sedikit hati yang beku. mengobati sedikit rasa rindu, walaupun saya tau, sejak saat itu, sejarah membuat kita telah mengambil haluan yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar