Gempar (Gema Parlemen) Edisi Perdana April 2008, Buletin DPRD Kabupaten Bulungan, Nostalgia, hal. 32-33.
(Pelabuhan atau 'Boom' kota Tanjung Selor jaman bahari)
Kemajuan teknologi telah memecut laju pembangunan semakin berlari kencang. Beberapa perubahan perwajahan kota sangat signifikan di hampir semua sudut kota Tanjung Selor. Bahkan untuk mengingat rumah-rumah tua dan batas alam sebagai batas-batas kampung seperti batas Kampung Arab dengan Kampung Pasar. Selor dengan Kampung Baru, Kampung Baru dengan Tanah Seribu dan Temiit (sekarang Jelarai) tidak saja membingungkan masyarakat asli Tanjung Selor tapi juga mereka yang awalnya lahir di Tanjung Selor kemudian merantau melanjutkan sekolah atau bekerja banyak yang lupa.
Apalagi para pendatang yang sempat singgah sekira 5 atau 10 tahun lalu benar-benar terperangah alias pangling atas perubahan drastis. “Saya kaget dan sempat kesasar, jalan-jalan disini sudah tembus kemana-mana dan bangunan megah sudah menjamur disepanjang jalan-jalan utama yang dulu hanya jalan berbatu dan berlumpur” tutur Jamal yang saat masih kecil sempat belajar mengaji di surau (langgar) Al-Inayah, Kampung Tanah Seribu.
Sebagai salah satu kampung tertua di Tanjung Selor sebutlah Tanah Seribu yang batasnya di mulai dari bangunan ‘Gedung Semambu’ (sekarang kantor Perusda). Disebut demikian karena bangunan itu menjadi satu-satunya gudang tempat penyimpanan atau mengumpulkan bambu jenis semambu sebelum dikirim ke Tarakan atau Ke Jawa. Dari batas inilah kampung Tanah Seribu mulai dan berakhir di ‘ujung aspal’ persis jalan Nangka sekarang. Sedangkan ke timur berbatasan dengan jalan Langsat, terus Skip II (Wisma Idaman) jalan Makam Pahlawan (Crown Square) belok ke Jalan H. Maskur selanjutnya berakhir ke jalan menuju pasar ikan lama yang terletak di depan toko batu.
Tetua-tetua kampung Tanah Seribu yang dulu dikenal sebagian besar telah meninggal dunia antara lain Moh. Galeba, Haji Enci Muhammad Hasan, Saleh, Haji Muhammad Arif, M. Ukuy dan masih banyak lagi. Sedangkan bangunan paling monumental di kampung tersebut adalah langgar Al-Inayah yang sudah direnovasi lebih dari 3 kali dan juga Gedung Semambu dan Gedung Asap.
Semua bangunan monumental tersebut sudah tidak dijumpai lagi ke asliannya, kecuali langgar Al-Inayah yang sudah beberapa kali diperbaharui dan gudang semambu yang sudah di renovasi menjadi asrama pelajar dan terakhir kini menjadi Kantor Perusahaan Daerah Berdikari dan satu lagi tempat bersejarah, dulu di Tanah Seribu ini terdapat Taman Makam Pahlawan yang oleh pemerintah di pindah ke samping bandara Tanjung Harapan menjadi Taman Makam Pahlawan Telabang Bangsa sampai sekarang. Sedangkan bekas Taman Makam pahlawan yang dulu, sekarang telah menjadi pusat perdagangan kaki lima (sekarang bangunan lapakan, berderetan dengan penginapan Bulungan indah).
Mengenal Tanjung Selor tempo dulu bila dibanding dengan keadaan sekarang tentu menyimpan sejuta kenangan bagi setiap orang yang pernah mengalaminya. Tak sedikit pula perubahan terkadang telah membuat goresan kesedihan karena tempat-tempat yang dulu menjadi memori indah dan manis kini hanya tinggal kenangan, bahkan tanpa meninggalkan kesan dan bekas secuil pun. Itulah kemudian lahir slogan “Tiada pembangunan tanpa pengorbanan”. Semoga kenangan dan pengorbanan akan menjadi semangat pembangunan Kota Ibadah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar